Cerita Nabi Ibrahim dengan Raja Namrud

Nabi Ibrahim ceritakita.web.id

Apakah kalian masih ingat pada janji iblis ketika mereka diusir dari surga? Iya, mereka berjanji akan menggoda dan menyesatkan seluruh umat manusia. Dan Iblis berhasil memenuhi janji tersebut. Jumlah manusia terus bertambah. Mereka terbagi menjadi tiga golongan. Menyembah kepada patung-patung berhala, menyembah kepada benda langit dan menyembah kepada para raja. 

Kala itu, hiduplah seorang raja yang sangat berkuasa. Dia adalah Raja Namrud dari Babilonia. Pada suatu malam, Raja bermimpin melihat seorang bayi laki-laki. Dan kelak bayi itu akan menghancurkan kerajaannya. Raja Namrud merasa bahwa mimpinnya itu sebuah pertanda buruk. Maka, dia pun memerintahkan untuk membunuh semua bayi laku-laku yang lahir di Babilonia. 

Di suatu daerah, sepasang suami sedang ketakutan mendengar perintah itu. "Istriku, sampai bayi kita lahir, engkau harus terus bersembunyi di tengah hutan," kata azar. Tapi, engkau adalah pematung paling hebat. Raja pasti akan mengampunimu. Tidak, jika akan kita laki-laki Raja pasti akan membunuhnya. 

Setelah itu, sang istri terus bersembunyi di dalam sebuah gua. Sesekali, Aza akan datang untuk menjengukny sekaligus membawakan makanan serta keperluan lainnya. Hari Kelahiran pun tiba dan sang istri melahirkan bayi laki-laki. Mereka berdua begitu bahagia, sekaligus takut. "Bagaimana jika Raja menemukan anak kita?" tanya sang istri "Tinggallah engkau di sini lama lagi." jawab Azar

Beberapa tahun kemudian, keadaan kota sudah kembali aman. Azar pun menjemput istri dan anaknya untuk pulang kembali ke rumah. Azar begitu bahagia bisa berkumpul bersama keluarganya. Apalagi, bayi laki-lakinya telah tumbuh menjadi anak yang cerdas. Dialah Nabi Ibrahim. Setelah kembali berkumpul, Nabi Ibrahim mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang pembuat patung yang terkenal. 

Suatu hari, Nabi Ibrahim bertanya, "Patung apakah ini ayah? Kedua telinganya besar, lebih besar dari telinga kita." Sang ayah tersenyum sambil menjawab, "Itu adalah Mardukh, Tuhan para Tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Nabi Ibrahim merasa bingung. Bagaimana bisa ayahnya menciptakan Tuhan? Dan mengapa ada begitu banyak Tuhan?

Nabi Ibrahim bertanya lagi, "Lalu, dari apa Tuhan-Tuhan itu diciptakan Yah?" Sambil menunjuk beberapa patung yang ada di sekitar mereka, sang ayah menjawab, "Ini dari kayu-kayu pelapah kurma, itu dari zaitun, dan berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nafas."

Mendengar jawaban ayahnya ini, Nabi Ibrahim pun berkata, "Jika para Tuhan tidak memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan kehidupan? Wahai ayahku, pasti mereka bukan Tuhan." Azar marah besar ketika mendengar jawaban anaknya itu Nabi Ibrahim pun dipukul dan dihukum. 

Sejak saat itu, Nabi Ibrahim membenci semua patung-patung berhala tersebut. Suatu ketika, Nabi Ibrahim diajak oleh sang ayah ke perayaan besar. Semua orang berkumpul menjadi satu di ruangan pemujaan. Seorang dukun maju dan memulai ritual suci. "Wahai Tuhan kami. Lindungilah dan limpahkanlah rizkimu!" Teriak sang dukun yang disambut meriah oleh semua orang. 

Melihat semua orang begitu terlena, Nabi Ibrahim tidak menahan diri lagi. Nabi Ibrahim berteriak, "Hai dukun, iat tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau yakin bahwa ia mendengar?" Seluruh orang yang ada di ruang pemujaan itu marah kepada Nabi Ibrahim. Azar segera membawa anaknya itu pulang sebelum keadaan bertambah kacau. 

Sang ayah meminta agar Nabi Ibrahim merenung dan mengakui kesalahannya. Namun, rasa penasaran Nabi Ibrahim akan Tuhan tidak pernah padam. Maka, diapun memutuskan untuk mencari Tuhannya sendiri. Nabi Ibrahim keluar dari rumahnya menuju ke gunung. Dia berjalan sendirian di tengah gelapnya malam. Dalam setiap langkahnya, dia terus bertanya, siapakah Tuhan itu?

Sampai di gunung, Nabi Ibrahim melihatt ke langit yang luas. Langit malam penuh dengan bintang yang berkelip dan bulan yang bersinar sangat terang. Nabi Ibrahim pun memutuskan, "Inilah Tuhanku!." Karena, bintang-bintang dan semua benda langit itu jauh lebih mengagumkan daripada patung-patung buatan manusia. Tidak ada manusia yang bisa menciptakan binatang. 

Namun, ketika pagi tiba, semua binatang di langit itu tidak bisa lagi terlihat. Barulah Nabi Ibrahim tersadar, bahwa matahari, bulan dan semua bintang di langit bisa terbit dan tengelam. Semuanya muncul silih berganti, Nabi Ibrahim pun bertanya-tanya, Siapakah yang membuat semua itu? Lalu, Nabi Ibrahim memutuskan, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."

Saat itulah, Alloh SWT memberikan petunjuk kepada Nabi Ibrahim. Bahwa hanya ada satu Tuhan yang harus disembah yaitu Alloh SWT. Nabi Ibrahim memantapkan hatinya untuk beriman hanya kepada Alloh. Dan Alloh pun mengangkat Nabi Ibrahim sebagai utusannya. Tugas Nabi Ibrahim adalah mengembalikan iman kaumnya hanya kepada Alloh. 

Nabi Ibrahim mulai berdakwah, Dia menyeru kepada kaumnya untuk berhenti menyembah patung-patung berhala, matahari, bulan ataupun benda-benda langit lainnya. Namun, tidak adak satupun yang mau mendengar seruan Nabi Ibrahim itu. Perselisihan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya pun terjadi. Meskipun mendapatkan banyak sekali halangan, Nabi Ibrahim tidak pernah menyerah. 

Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim ini memancing amarah sang ayah. Suatu hari, Azar tidak bisa menahan amarahnya. Dia pun mengusir Nabi Ibrahim dari rumah. Apakah engkau begitu benci para Tuhanku? Jika kamu tidak mau berhenti berdakwah, aku akan merajammu! Keluarlah dari rumahku sekarang juga!

Nabi Ibrahim pun memutuskan untuk keluar dari rumah ayahnya. Sebelum pergi, Nabi Ibrahim menyusup ke rumah ibadah milik Raja Namrud dan menghancurkan semua patung berhala yang ada disana. Nabi Ibrahim menyisakan satu patung paling besar dan meletakkan sebuah kapak di lehernya. Keesokan harinya, semua orang di Babilonia gempar melihat semua patung Tuhan mereka hancur.

Raja Namrud marah besar dan memerintahkan untuk segera menangkap pelakuknya. "Temukan orang yang melakukan ini semu!" Teriak raja kepada para prajurit. Kemudian, raja memberikan perintah lagi, "Siapkan kayu bakar dan tiang hukuman. Aku akan membakar pelaku kejahatan ini!" Beberapa waktu kemudian, Nabi Ibrahim tertangkap dan dibawa ke halaman istana. 

Raha Namrud bertanya, "Hai Ibrahim, bukankah engkau yang telah menghancurkan patung-patung ini?" Nabi Ibrahim menjawab, bukan. Raja Namrud tidak percaya pada jawaban tersebut dan terus mendesak agar Nabi Ibrahim mengaku. Saat itu, Nabi Ibrahim menjawab, "Aku rasa, patung paling besar itulah yang melakukannya, tanyakan saja padanya!"

tentu saja, patung itu tidak akan bisa menjawab meskipun ditanya berulang kali. Hal ini membuktikan bahwa patung itu bukanlah Tuhan. Namun, semua ucapan Nabi Ibrahim itu justru membuat raja semakin marah. "Ikat tangan dan kakinya. Kemudian ikat dia ke tengah tiang hukuman," teriak raja. Nabi Ibrahim pun diikat di atas kayu-kayu bakar yang telah disiapkan sebelumnya. "Bakar kayu itu!"

Api mulai menyala, melahap kayu-kayu itu. Semua bersorak gembira. "Sebentar lagi, dia pasti akan berteriak memohon ampun!" teriak mereka. Namun, apa yang mereka harapkan tidak pernah terjadi. Nabi Ibrahim sama sekali tidak takut ataupun berteriak. Dia terus berdoa kepada Alloh SWT, memohon perlindungannya. Alloh Akbar! Alloh sungguh Maha Besar. Api yang panas berubah menjadi dingin. 

Api yang terus membesar dan asapnya yang hitam mengepul memenuhi udara. Jelaganya membuat wajah orang-orang yang menonton menjadi hitam. Berjam-jam kemudian api itu pun padam. Asap hitam yang menyelimuti pun perlahan menghilang. Saat itulah, Nabi Ibrahim melangkah keluar dari sisa-sisa kayu besar tanpa terluka sedikitpun. Behkan, kulitnya tetap bersih bercahaya meskipun dikepung asap hitam. 

Peristiwa itu membuktikan bahwa Nabi Ibrahim memang istimewa dan semua yang diucapkannya adalah benar. Namun, bukti nyata itu ternyata tidak bisa membuat orang-orang sadar. Mereka terus memusuhi Nabi Ibrahim dan berusaha untuk mengusirnya. Mereka tidak ingin hidup berdampingan dengan orang yang menghancurkan dan menghina Tuhan mereka.

Nabi Ibrahim pun sadar, bahwa kaumnya tidak akan bisa berubah. Atas seizin Alloh, Nabi Ibrahim pun pergi dari kotannya. Dalam perjalanannya, Nabi Ibrahim ditemani oleh dua umat yang percata kepadanya. Mereka adalah Sarah, wanita yang kelak anak menjadi istrinya. Dan Luth, seorang pemuda yang kelak akan menjadi Nabi Alloh. 
Tags