Cerita Penyeru Adzan Pertama Bilal Bin Rabah

Bilal bin Rabah lebih dikenal sebagai Bilal bin Rabah al Habsyi. Hal ini karena Bilal berasal dari negeri Habasyah. Ayahnya bernama Rabah, dia adalah seorang budak. Sedangkan ibunya bernama Hamamah, dia juga seorang budak. Sehingga lahir pun Bilal sudah menjadi seorang budak. Waktu itu, keluarga Bilal menjadi budak dari Bani Abdu ad-Dar."Hei, Ibnu-Sauda! Ini, pesanan dari tuanmu. Kamu sekalian bawa saja," pinta seorang pedagang dipasar. "Baik, paman" jawab Bilal sambil mendekat untuk mengambil barang milik tuannya.

Ibnus Sauda adalah nama panggilan lain untuk Bilal yang memiliki arti putra wanita hitam. Bilal tidak pernah mengeluhkan panggilan itu. Dia menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang budak.

Suatu hari, majikan Bilal meninggal dunia. Sesuai dengan tradisi, para budak yang dimiliki oleh orang yang meninggal itu bisa diwariskan. Maka Bilal pun diwariskan kepada Uamyyah bin Khalaf. "Mulai saat ini, kamu adalah budak milikku! Patuh! semua perintahku!" pinta majikan Bilal. "Dia merupakan tokoh penting di Kota Mekkah, memiliki sifat yang keras dan pemarah" batin Bilal bin Rabah.

Peristiwa besar terjadi di Kota Mekkah. Allih mengangkat seorang nabi sebagai utusan-Nya. Dia adalah Nabi Muhammad. Nabi sekaligus yang bertugas untuk menyebarkan agama Isalam ke seluruh penjuru dunia. Bila termasuk dalam golongan orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Meskipun dia seorang budak, namun dia memiliki keteguhan iman yang sangat tinggi.

Fakta tentang Bilal yang emeluk agam Islam pun diketahu oleh tuannya. Diapun mendapatkan teguran yang sangat keras. Apalagi tuannya itu termasuk dalam golongan pemimpin yang menentang Rasulullah. "Tinggal Islam sekarang juga! Jika tidak, aku akan memberikan hukuman yang sangat berat untukmu! teriak Ummayyah.

Namun, iman Bilal sama sekali tidak goyah. Meskipun mendapatkan perlakuan kasar dari majiannya dan orang-orang Quraisy lainnya, Bilal tetap menjalankan semua aharan dari Rasulullah. "Patuhlah pada Tuan Umayyah, Jika tidak nyawamu bisa dalam bahaya" bujuk salah satu budak kepada Bilal, dan Bilal berkata "Aku tidak akan pernah meninggalkan Nabiku"

Bilal terus menerus melawan majikannya. Hal ini membuat Umayyah marah besar. "Seret Bilal ke padang pasir. Jemur dia disana dan jangan ada yang memberi makan ataupun minum! teriak Umayyah. Bilal pun diseret ke padang pasir. kedua tangan Bilal diikat dan dia juga dipaksa untuk duduk di atas pasir yang begitu panas. Ketika panasnya pada pasir tidak bisa meruntuhkkan iman Bilal. Umayyah mencari cara lain untuk menghukum budaknya itu. Bilal diminta berbaring, kemudian diletakkan sebuah batu besar di atas dadanya. Tubuh kurus Bilal tidak mampu menahan beban seberat itu. Namun, dia terus menyebut nama Alloh. "Ahad, Ahad... (Alloh Maha Esa), rintih Bilal.

Umayyah ingin menjadikan Bilal sebagai contoh bagi siapa saja yang berani mengikuti ajaran Islam. "Barang siapa berani menentang, dia akan berakhir seperti Bilal", kaya Umayyah. Kemudian, Umayyah memberikan pilihan kepada Bilal, "Ikutlah aku memuji Latta dan Uzza! maka aku akan mengampunimu".

Namun, Bilal tetap teguh. Dia terus saja menyebut nama Alloh, Ahad, Ahad ... (Alloh Maha Esa). "Pujilah Latta dan Uzza!" Bilal menjawab, "Lidahku tidak bisa mengatakannya" Mendengar jawaban dari Bilal ini, Umayyah semakin marah. Diapun menambah hukuman lagi untuk Bilal.

Kejadian ini diketahui oleh Abu Bakar, sahabat Rasulullah. Beliau pun memutuskan untuk membeli Bilal dari Umayyah. Maka Umayyah pun memberikan harga jauh lebih mahal. Hanya untuk menyulitkan Abu Bakar saja. Dia berfikir, Abu Bakar tidak akan mau mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk menyelematkan seorang budak. Namun Abu Bakar bersedia membayarnya. bahkan tanpa menawar. Hal ini membuat Umayyah heran. "Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satuh uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya", kata Umayyah. Dan Abu Bakar pun menjawab, "Seandainya engkau memberikan tawaran samapai seratus uqiyah-pun. maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.

Abu bakar menemui Rasulullah dan menyampaikan kabar bahwa dia telah membeli Bilal dari majukannya yang kerjam. Rasulullah merasa senang atas tindakan Abu Bakar dan bersedia untuk menangguung biayanya bersama. Abu Bakar kemudian menjawab, "Aku telah memerdekakanya, wahai Rasulullah." Subhanallah Bilal kini menjadi hamba yang merdeka. Dan diapun menjadi sahabat Rasul yang sangat tekun.

Tibalah masa dimana Rasulullah memerintahkan semua umatnya untuk hijrah ke Kota Madinah. Mereka tidak mungkin lagi tinggal di Kota Mekkah. Kebencian kaum Quraisy sudah tidak bisa dibendung lagi. Mereka bahka tidak segan-segan untuk menyakiti dan membunuh kaum muslim. Setelah sampai di Madinah, Bilal tindggal bersama dengan Abu Bakar. Pada masa-masa awal hijrah, wabah demam melanda. Sebagian orang termasuk Bolal terserang demam. Badanya panas tinggi dan tidak bisa bergerak sama sekali. Bilal tidak pernah mengeluh. Dia terus menerus tawakal kepada Alloh. 

Dan ketika demamnya sedikit reda, dia akan melantunkan syair ataupun nyanyian dengan suara yang jernih. Diantara semua orang muslim, suara Bilal-lah yang paling jernih dan nyaring. 

Waktu terus berlalu, Kehidupan di Madinah terasa damai. Bilal mencurahkan segenap perhatiannya untuk belajar tentang Islam dari Rasulullah. Dia mengikuti kemanapun Rasulullah pergi. Hari yang membahagiakan pun datang. Rasulullah tealh berhasil menyelesaikan pembangunan Masjih Nabawi.

Seiring berjalannya waktu, jumnlah umat Islam pun semakin bertambah. Banyak diantara mereka yang rumahnya jauh dari masjid. Hal ini menimbulkan masalah baru. Mereka harus berkumpul di masjid lebih awal. Jika tidak, mereka akan kelewatan waktu shalat karena tidak ada penanda ataupun orang yang memberitahu. Hal ini menyebabkan banyaknya sahabat yang tidak bisa shalat tepat waktu. 

Beberapa sahabat kemudian mengusulkan untuk membuat penanda waktu shalat yang bisa didengar oleh orang-orang yang rumahnya jauh dari masjid. "Apakah kita pasang lonceng seperti umat Nasrani?" tanya salah satu sahabat. "Hmm, ataukah sebaiknya kita gunakan terompet seperti umat Yahudi? Suaranya lebih nyaring daripada lonceng" sahut sahabat lainnya. Namun, semua usulan itu ditolah oleh Rasulullah. 

Beberapa hari kemudian, Abdullah Bin Zaid datang mengadap Rasulullah dan menceritakan mimpi yang dialaminya. "Aku bermimpi, Ya Rasulullah. Ada orang yang memintaku mengucapkan beberapa kalimat sebagai penanda datangnya waktu shalat!" kata Abdullah bin Zaid.

Mendengar cerita tersebut, Nabi Muhammad SAW lantas meminta Abdullah Bin Zaid untuk mengajari  Bilal cara menlafalkan kalimat tersebut. Kalimat tersebut dikenal dengan nama Adzan yang berbunyi :

Allohu Akbar Allohu Akbar
Asyhadu alla ilaha illahllah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya alash sholah hayya alash sholah
Hayya alaf falah hayya alal falah
Alloh Akbar Allohu Akbar, La ilaha illahah

Orang yang pertamakali mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabah. Sejak itu, adzan menjadi penanda masuknya waktu shalat.

Bilal yang dipilih karena suaranya yang nyaring dan jernih. Dia juga memiliki kedisiplinan dan keberanian yang tinggi. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, Bilal tidak pernah terlambat serta tidak pernah takut ketika menerima tekanan sebesar apapun. Biasanya selesai mengumandangkan adzan, Bilal akan menunggu di depan rumah Rasulullah. Dan ketika beliau keluar Bilal segera mengumandangkan Iqomah. 

Ketika Rasulullah berhasil menaklukan Kota Meka, Beliau meminta semua berhala dihancurkan. Dan ketika sudah tiba waktunya untuk shalat, beliau meminta Bilal lah yang mengumandangkan adzan. Bilal pun naik ke atap Kabah sesaat kemudian, suara Bilal yang sangat nyaring dan jernih terdengar ke seluruh penjuru Kota Mekah. Suara yang sangat merdu dari sahabat yang dulunya seorang budak. 

Setelah Rasulullah wafat, setiap kali mengumandangkan adzan, suaranya selalu terhenti di kalimat "Asyadu anna Muhammadar Rasulullah." Kemudian dia kana menangis tersedu-sedu karena teringat pada Rasulullah. Bilal kemudian meminta kepada Abu Bakar agar diizinkan untuk tidak lagi mengumandangkan adzan. Kemudian dia meminta izin untuk pindah dari Kota Madinah. 

Bilal tinggal di sebuah daerah di negeri Syam. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar bin Khatab ke wilayah itu. Sejumlah sahabat mendesak Bilal untuk mengumandangkan adzan di hadapan Umar. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar, Umar dan para sahabat lain tidak sanggup menahan tangisnya.