Sunan Gunung Jati dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai salah satu Wali Songo yang terkenal dengan cara berdakwahnya melalui jalur politik. Beliau lahir pada tahun 1448 deri paÅŸangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dengan Nyai Rara Santang yang merupakan puteri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.
Berlatarkan
kehidupan kerajaan, Sunan Gunung Jati memiliki keahlian dalam berpolitik yang
beliau manfaatkan dalam menyebarkan dakwah kepada masyarakat di Pulau Jawa,
khususnya Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sunan Gunung Jati memiliki nama asli
Sultan Syarif Hidayatullah AI-Azhamatkhan, yang lebih dikenal sebagai Syarif
Hidayatullah.
Selama
masa berdakwahnya, beliau tetap dipanggil dengan nama Syarif Hidayalullah atau
Sultan Cirebon karena beliau menjabat sebagai sultan kedua di Cirebon pada masa
itu. Lantas dari mana datangnya sebutan nama Sunan Gunung Jati?
Berbeda
dengan sunan-sunan lainnya yang mendapatkan julukan pada masa berdakwahnya,
penamaan Sunan Gunung Jati ini ada setelah beliau wafat. Setelah wafat, beliau
dimakamkan di Bukit Gunung Jati yang ada di Cirebon.
Berhubung
dimakamkan di sana, masyarakat lebih sering memanggil beliau dengan sebutan
Sunan Gunung Jati yang memilıki artı sunan yang dimakamkan di Gunung Jati. Berhubung
dirinya berdakwah di jalur politik, nama Sunan Gunung Jati ini memilikı julukan
sebagaı politikus ulung karena lelah berhasil menaklukkan banyak kesultanan di
daerah Cirebon dan Banten.
Keahlian
beliau dalam berdakwah lewat jalur politik membuatnya diangkat sebagai Sultan
Cirebon. Berstatus sebagai sultan, Sunan Gunung Jati menjadi Wali Songo
satu-satunya yang memimpin pemerintahan ÅŸecara resmi.
Awalnya,
ada Sunan Giri yang memerintah kerajaan. Namun, kerajaan Giri tersebut tidak
maÅŸuk dalam wilayah kerajaan resmi yang ada di Pulau Jawa. Dengan kepiawaiannya
dalam berpolitik, Sunan Gunung Jati bisa mengubah Cirebon menjadi pusat
industri niaga terbesar di Pulau Jawa. Seiring dengan banyaknya pendatang dan
orang yang berdagang di Cirebon, ajaran Islam mulai dikenal hingga ke luar
Pulau Jawa,
Saat
menjabat ÅŸebagaÄ° Sultan Cirebon, beliau membangun banyak masjid dan pesantren
di daerah Jawa Barat dengen basis dakwah yang berlokasi di Cırebon. Beliau juga
menerapkan ajaran Islam dalam setiap transaksi jual beli, sewa menyewa, hingga
bagi hasil dengan menggunakan akada. Sunan Gunung Jati juga telah mengubah
sistem dan struktur kepemerintahan dengen dasar kekuasan religius yang
mengajarkan kalau kekuasaan bukanlah berasal dari manusia, melainkan dari Allah
SWT.
Ajaran
ini membuat pemerintahan yang dijalankan bisa terhindar dari hal-hal buruk atau
ÅŸifat tidak terpuji yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan. Selain memiliki
keahlian di bidang politik, Sunan Gunung Jeti juga memilıki keahlian lainnya, Tercatat
ada 4 keahlÄ°an utama yang dimilÄ°kÄ°nya, yaÄ°tu:
1. Ahli Pendidikan
Sunan
Gunung Jati sangat cerdas dan piawai dalam mengajar murİd-murİdnya, baİk İtü
mengajar İlmü keagamaan hingga keterampilan lainnya. Beliau akan maşuk ke dalam
pelosok-pelosok deÅŸa guna memberikan pendidikan ÅŸecara gratis kepada masyarakat
setempat yang kondisi ekonominya kurang baik.
Berkat
cara mengajarnya yang piawai inilah para muridnya yang berasal deri luar daerah
bahkan rela datang ke Cirebon pada malam Jumat setiap satu bulan sekali untuk
mendengarkan pengajian dari Sunan Gunung Jati. Hingga kini, tradisi menggelar pengajian
sebulan sekali masih ada dan banyak yang melakukannya meÅŸki yang mengajar bukan
Sunan Gunung Jati.
2. Ahli Bahasa
Sunan
Gunung Jati sangat lihai dalam berbahasa, tak hanya bahasa daerah saja, tapi
juga bahasa asing. Diketahui beliau telah menguasai hingga bahasa. Hal ini dikarenakan, beliau
merasa harus menguasai bahasa lain supaya memudahkan dalam berkomunikasi, berdakwah,
hingga membuat kesepakatan politik nantinya dengan pÄ°hak lain,
3. Ahli limu Kedokteran
Salah
satu keahlian yang dimiliki oleh Sunan Gunung Jati adalah ilmu kedokteran. Beliau
memiliki keterampilan dalam dunia medis, mulai dari mengetahui penyakit seseorang
dengan gejala-gejala yang dimilikinya hingga bagaimana cara pengobatan yang
harus dilakukan. Konon ada menceritakan kalau beliau pernah bertemu pasangan
suami istri yang berselisih paham mengenai perut istrinya yang membesar.
Sang
suami mengatakan kalau istrinya hamil, sementara sang istri mengatakan kalau
dirinya tidak hamil. Mereka pun memutuskan untuk datang ke Sunan Gunung Jati
dan saat diperiksa ternyata perut yang membesar tersebut adalah karena tumor. Setelah
mengetahui adanya tumor dalam perut tersebut, Sunan Gunung Jati mengeluarkan
tumor tersebut tanpa operasi bedah.
4. Ahli Strategi perang
Keahlian
lain yang dimiliki Oleh Sunan Gunung Jati adalah ahli strategi perang. Menjadi
Raja Cirebon membuatnya perlu menguasai strategi perang supaya bisa
mempertahankan wilayah kekuasaannya. Berkat kelihaiannya dalam berstrategi
perang, beliau berhasil menaklukkan Kerajaan Rajagaluh, Kuningan, dan Talaga.
Beliau bahkan bisa menguasai Sunda Kelapa.
Bisa
dikatakan kalau wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon bisa mencapai seluruh Jawa
Barat dan hampir separuh Jawa Tengah berkat strategi perang darinya. Itulah
sekilas cerila sejarah mengenai Sunan Gunung Jati. Enam Istri Sunan Gunung
Jati. sudah lama pernikahan menjadi sarana penyebaran agama, Hal İtü pernah
dilakukan Oleh Sunan Gunung JatÄ° saat proses penyebaran Islam di wilayah
Priangan. Sang wali tidak hanya memperistri satu orang saja, atau empat orang
sesuai ajaran Ä°slam, melainkan enam orang, Walau dalam waktu yang tidak
bersamaan.
Dalam
bükü Sejarah Indonesiamenjelaskan jika jalinan pernikahan menjadı salah satu
cara efektif unluk menyebarkan ajaran Ä°slam, 'Sunan dan para penggantinya
dianggap memainkan peranan penting dalam penyiaran agama Islam melalui
penaklukan, perkawinan-perkawinan, ataupun melalui dakwah para bekas muridnya•.
Tidak
dijelaskan ÅŸiapa istri pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dari Sunan Gunung
Jati. Namun yang pasti pernikahan sang wali dilakukan dalam rentang waklu yang
berbeda. Dalam sebuah naskah tasawuf tidak berjudul, yang kemudian diberi nama
Naskah Kuningan: Sejarah Wali Syekh Syarif HidayatuIIah-Sunan Gunung Jati,
terjemahan Amman N. Wahju diketahui bahwa pernikahan Sunan Gunung Jati
dilakukan setelah ia selesai berguru kepada seorang ahli qiro'at (membaca
AI-Qur'an) bernama Pengeran Makdum, putra Raja Andalusia.
Naskah
Kuningan sendiri ditulis dalam huruf Arab Pegon, dan menggunakan bahasa Jawa
Kuno dialek Cirebon dan Åžunda. Menurut Amman, naskah babad tersebut berisi
rangkaian tembang yang terdiri atas 21 pupuh, 170 ÅŸaleh, dan 1,480 padan, Dalam
naskah asli yang diterjemahkan oleh Amman tercantum waktu pembuatan naskah,
yang jika dimasehikan menjadi 4 April 1880 M.
Berikut
nama•nama perempuan yang pernah menjadi Ä°strÄ° Sunan Gunung JatÄ°.
Nyi Gedeng Babadan
Usai
selesai belajar, sang guru pangeran Makdum menyuruh Sunan Gunung Jati untuk
berjalan ke arah barata Di sana ia harus menemui Gedeng Babadan alias Maulana
Huda dan memperdalam agama Islam bersamanya, Selama proses belajar di barat,
Pangeran Makdum meyakini Sunan Gunung Jati akan menemui jodohnya.
"Maka
Syekh Maulana Jati mengikuti petunjuk itü dan pergi ke arah barat, ke
Banten," tulis Amman.
Setiba
di Banten, Sunan Gunung Jeti menemukan Maulana Huda sedang dirundung keresahan,
Musibah kekeringan yang menimpa Banten selama beberapa waktu telah
menghancurkan pertanian rakyat. Dalam Naskah Kuningan dikisahkan jika Sunan
Gunung Jati membantu permasalahan kekeringan tersebut.
Melihat
tanahnya kembali subur, Maulana Huda sangat senang. la pun menerima pendatang
itü dan bersedia mengajarinya. Dalam prosesnya Sunan Gunung Jati lalü
dijodohkan dengan putri Maulana Huda, Nyi Gedeng Babadan. Namun sayang
pernikahannya itü tidak menghaşilkan keturunan, Naskah Kunİngan meyakİnİ bahwa
Nyi Babadan adalah istri pertama Sunang Gunung Jati,
Nyi Rara Jeti
Setelah
kembali dari Banten, Sunan Gunung Jati mulai menyebarkan Islam di Cirebon dan
sekitarnya. la kemudian bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi, dikenal juga sebagai
Syekh Nurjati, salah seorang penyebar Islam pertama di Cirebon, Keduanya saling
belajar, dan sama-sama menyebarkan ajaran Islam di tatar ÅŸunda,
Sunan
Gunung Jati dikenalkan oleh Syekh Nurjati kepada putrinya, Nyi Rara Api atau
Nyi Rara Jati. Keduanya pun berjodoh. Dalam sebuah naskah ilmu tasawuf, Naskah
Mertasinga, diterbitkan dalam bükü Sejarah Wali: Syekh
Syarif
HidayatuIIah•Sunan Gunung Jati (Naskah Mertasinga) hasil terjemahan Amman N,
Wahju, disebutkan jika pernikahannya itü dikaruniai dua orang putra, yakni
Pangeran Jayakalana dan Pangeran Bratakalana.
Di
dalam Naskah Mertasinga terdapat sepenggal kisah kehidupan sang wali, termasuk
ajarannya selama proses penyebaran Islam di Cirebon dan sekitarnya.
Nyi Mas Pakungwati
Pernikahan
Sunan Gunung Jati selanjutnya dianggap sebagai perjodohan yang paling
berpengaruh dalam penyebaran Ä°slam di Cirebon dan priangan, penelÄ°tÄ°an yang
dilakukan A. Sobana Hardjasaputra dan Tawalinuddin Haris dalam bükü Cirebon
dalam Lima Zaman: Abad ke-15 hingga Perlengahan Abad ke—20 menyebul jika tahun
1479 Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati.
Saat
itu, Sunan Gunung Jati telah resmi menikah dengan putri Pangeran Cakrabuana
dari Nyai Mas Endang Geulis, yaitu Nyi Mas Pakungwati. Setelah mendapat
kedudukan sebagai penguasa Cirebon, Sunan Gunung Jati segera merubah bentuk
pemerintahannya menjadi kerajaan Ä°slam. Perubahannya dilakukan untuk memperkuat
kekuatan Islam di tanah Sunda dan menyebarkannya ke luar Cirebon.
Selama
pernikahannya dengan Nyi Mas Pakungwati juga Sunan Gunung Jati diangkat sebagai
wali oleh Dewan Wali, menggantikan Sunan Ampel yang telah wafat. Tidak
dijelaskan dengan pasti berapa putta dan putri yang diperoleh Sunan Gunung Jati
pada pernikahannya ini tetapi banyak di antara mereka yang wafat sebelum
meneruskan dakwah sang wali.
Nyi Tepasari atau Rara Tepasan
Perjodohannya
kali ini banyak disebut sebagai proses legitimasi dan persebaran Islam ke
wilayah yang lebih luas_ Dalam Naskah Kuningan Sunan Gunung Jali menikah dengan
putri Nyi Gedeng Tepasan, yang juga cucu dari Raja Majapahit Sri Angerehrah,
Rara Tepasan.
Naskah
Kuningan tidak menjelaskan ÅŸiapa sebenarnya lokoh bernama Sri Angerehrah ini,
Dalam beberapa literatür disebutkan bahwa pada masa Sunan Gunung Jati bertemu
dengan Rara Tepasan (akhir abad ke-15) kekuasaan di Majapahit dipegang oleh
Raja.
Singhawikrama Wardhana
"Deri
pernikahannya Ä°ni Sunan Gunung JatÄ° dikaruniai dua orang anak, yakni Ratu Ayu
dan Pangeran Pasarean, yang kelak menurunkan raja-raja Carbon di kemudian
hari," tulis Amman.
Nyi Kawung Anten
Asal
usul Nyi Kawung Anten masih menjadi perdebatan, Sebagian penelili menyebul jika
islri Sunan Gunung Jeti ini adalah adik Bupati Banten saat Mu. Namun literatür
lain menyebut jika ia adalah cucu raja Pakuan, adik deri Prabu Mendi Pethak
atau Dipati Cangkuang.
Dalam
Naskah Kuningan dikisahkan pertemuan Sunan Gunung Jeti dengen Nyi Kawung Anten
terjadi dalam kondisi yang ünik. Ketika sedang berjalan-jalan ke Pakuan, Sunan
Gunung Jati menemukan sebuah istana yang terlihat telah ditinggalkan oleh
penghuninya.
Saat
sedang menyusuri setiap ruang di dalam istana tersebut, Sunan Gunung Jati
menemukan sosok perempuan. Singkat cerita mereka pun berjodoh. Dan dari
pernikahannya ini terlahirlah Ratu Winahon dan Pangeran Sebakingkin. Kelak
keturunan Sunan Gunung Jati ini menjadi bupati di Banten.
Syarifah Baghdadi dan Ong Tien Nio
Dalam
Babad Cirebon dimuat dalam bükü Jawa Barat dalam Lima Lembaga karya Edi S.
Ekadjati, diceritakan tiga tokoh penting dari Arab yang menyebarkan Islam di Cirebon,
yakni Syarif Abdurrahman, Syarif Abdürrahim, dan Syarifah Baghdad, Mereka
adalah saudara kandung, putra dan putri dari Sultan Baghdad, "Mereka
diperintah unluk berlayar ke pulau Jawa deh sang ayah. Di Cirebon ketiganya
berguru kepada Syekh Nurjati dan diperkenalkan dengan Pangeran Cakrabuana,
pendiri Cirebon." tulis Bambang Setia Budi dalam Masjid Kuno Cirebon.
Kedua
putra Sultan Baghdad kemudian mendirikan masjid masing-masing sebagai basis
penyebaran ajaran Islam mereka, Sementara itü saudara perempuan mereka,
Syarifah Baghdadi, menikah dengan Sunan Gunung Jati. la pun turut membantu
penyebaran agama Islam bersama saudara dan suaminya.
Sementara
itu, pernikahan Sunan Gunung Jati dengan putri keturunan Tiongkok, Ong Tien Nio
tidak banyak terekam. Para peneliti lebih banyak meduga jika pernikahan itü
terjadi saat pemerintah Cirebon melakukan hubungan dagang dengen orang-orang
Tİorıghoa.
Pertemuan
keduanya terjadi di Tiongkok saat Sunan Gunung Jati melawat ke sana, Namun
pernikahannya terjadi di Jawa, Untuk menjaga hubungan baik dengan mereka,
ÅŸekalÄ°guÅŸ menyebarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat asing tersebut, Sunan
Gunung Jati menikahi
Ong Tien Nio
Pengaruh
Tiongkok sendiri sebenarnya sangat kental terasa di Cirebon. Banyak bangunan
masjid yang dipenuhi oleh ornamen Tiongkok, seperti keramik, piring, dan
kerajinan khas Tiongkok lainnya Hal ilu cukup memperkuat bukli adanya hubungan
yang kuat anlara Sunan Gunung Jati dengan etnis Tionghoa,