Kisah Wali Songo Sunan Giri

Sunan Giri menjadi salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam tak hanya di Pulau Jawa, tapi juga hingga ÅŸampai ke Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sunan Giri yang lahir di Blambangan tahun 1442 Masehi dan dimakamkan di DeÅŸa Giri, Kebomas, Gresik. Beliau adalah anak deri Maulana ishaq dengan Dewi.

Sekardadu. Maulana ishaq adalah seorang mubaligh Islam deri Asia Tengah, sedangkan ibunya merupakan puteri Prabu Menak Sembuyu yang menjadi penguasa wilayah Blambangan pada masa akhir Majapahit.

 

MeÅŸki masa kecilnya bisa dikalakan tidak sepeli anak kebanyakan, Sunan Giri berhasil mempelajari Islam dan bisa berdakwah hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Jika melihat deri silsilahnya, Sunan Giri merupakan keturunan raja dari pihak Ibu. Kisah hidupnya ini tidak terlalu mulus karena dirinya pernah diasingkan alias dibuang.

 

Pernikahan antara ayah dan ibunya ini tidak disukai banyak pihak, terutama para patih yang ingin menyunting ibu deri Sunan Giri. Hal ini mengakibatkan pada saat beliau lahir, para patih memasukkan bayi tersebut ke dalam peti dan menghanyutkannya di laut. Ada juga versi lainnya yang menceritakan kalau Maulana ishaq yang merupakan ayah Sunan Giri mengajak mertuanya untuk masuk Ä°slam.

 

Namun, berhubung Prabu Menak Sembuyu tetap bersikukuh pada kepercayaannya sendiri, hal tersebut membualnya matah dan mengusir Maulana ishaq dari kerajaan. Tepat di saat itu, Dewi Sekardadu sedang hamil tua dan pada akhirnya ia meninggal saat melahırkan Sunan Bayi tersebut pun dihanyutkan oleh para patih kerajaan. Masih ada lagi versi lain dari cerita dibuangnya bayi Sunan Giri. Ada yang mengatakan kalau tepat pada saat Sunan Giri lahir, terjadi wabah beşar di Blambangan. Hal tersebut dipercaya ada kaitannya dengan kelahiran bayi Sunan Giri.

 

Untuk mencegah wabah menyebar, maka bayi tersebut dimasukkan dalam peti dan dihanyutkan ke laut. Sunan Giri sebenarnya memiliki banyak nama, akan tetapÄ° nama aslinya adalah Raden paku. Nama ini adalah nama yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Sunan Giri awalnya tidak mengelahui kalau nama aslinya adalah Raden paku. Beliau yang pada masa bayinya telah dibuang ke lautan, kemudian ditemukan oleh awak kapal bernaa Sobir dan Sabar dan dibawa ke Gresik.

 

Di Gresik, beliau diadopsi oleh saudagar perempuan pemilik kapal yakni Nyai Gede Pinatih. Nyai Gede Pinatih memberi nama Sunan Giri dengan nama Joko Samudro karena ditemukan di lautan lepas atau samudra. Saat sudah dewasa, Joko Samudro dibawa ke Ampeldenta untuk belajar agama kepada Sunan Ampel.

 

Setelah mengajarkan selama beberapa tahun, Sunan Ampel akhirnya mengetahui kalau Joko Samudro adalah anak dari Maulana Ishaq. Barulah setelah bertemu dengen ayah kandungnya, Sunan Giri tahu bagaimana silsilah keluarganya dan alas an mengapa pada masih bayi ia dibuang ke laut. Selain nama-nama tersebut, Sunan Giri juga dikenal dengan nama Raden Ainul Yaqin atau Muhammad Ainul Yaqin. Nama ini diberikan sendiri oleh Sunan Ampel.

 

Penamaan Sunan Giri sendiri dikarenakan beliau telah mendirikan sebuah pesantren di daerah perbukitan yang ada di Sidomukti, Kebomas. Pesantren tersebut dinamakan dengan pesantren Giri. Nama giri dalam bahasa Jawa memiliki artian sebagai gunung. Dari sini, Joko Samudro lebih dikenal dengen nama sebutan Sunan Gıri. Pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri ini tidak hanya terkenal di Pulau Jawa saja, tetapi juga di luar pulau sehingga ada banyak muridnya yang berasal dari luar Jawa.

 

Sunan giri dikenal sebagai pendakwah yang berdakwah melaluİ permaİnan anak-anak. Beliau menciptakan permainan seperti jelungan. jamuran, gendir gerit, dan cublak-cublak suweng. Permainan anak-anak ini menjadi sangat popüler sebagai permainan tradisional dari Jawa dan keberadaannya hingga sekarang masih bisa dimainkan.

 

Jika diperhatikan lebih dalam, semua permainan anak-anak yang dibual oleh Sunan Giri şelalu ada nyanyıannya. Dengan menambahkan nyanyian pada permainan anak-anak, maka permainan tersebut akan terasa lebih menyenangkan. Salah şalu permaİnan anak yang ada nyanyiannya adalah cublek-cublek suweng. Di dalamnya, terdapat lirik yang mengandung makna janganlah menuruti hawa nafsu karena semuanya nanti akan kembali lagi ke hati nurani yang bersih.

 

Dengan hati nurani yang bersih, maka kita bisa menemukan kebahagiaan dan tidak tersesat hingga lupa akan akhirat. Selain melalui permainan anak-anak, Sunan Giri juga berdakwah dengan seni. Seni yang digunakan dalam berdakwah adalah wayang hingga tembang-tembang Jawa.

 

Jadi ketika memainkan wayang, Sunan Giri akan menyisipkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya sehingga masyarakat setempat bisa belajar agama Islam dengan cara yang lebih menyenangkan. Sunan Giri menciptakan gending atau lagu instrumental Jawa seperti Asmarandana dan Pucung. Pendekatan lewat jalur seni ini sangat berguna şehingga di masa İtü banyak maşyarakat Jawa yang mulaj memeluk agama Islam.

 

Kepopuleran pesantren Giri yang dijalankan oleh Sunan Giri ini semakin beÅŸar hingga pengaruhnya menjadi ÅŸebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Giri Kedaton. Kerajaan ini didirikan di Gresik pada tahun 1487. Sunan Giri yang memimpin kerajaan tersebut kemudian memiliki gelar sebagai prabu Satmata. Kelihaian Sunan Giri dalam berdiplomasi menjadikan kerajaan Giri berjaya selama beberapa generasi hingga akhirnya ditaklukkan oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram pada abad ke-16.

 

Kisah Sunan Giri Muda, Menikah 2 Kali Şehari karene Buah Delima Raden Paku atau nama muda Sunan Giri mungkin salah şalu orang istimewa, paşalnya şelaİn memiliki sejumlah karomah saat menyebarkan agama İslam. Kisah asmaranya hingga akhirnya menikah pun tergolong istimewa. Pasalnya Sunan Giri sempat menikah dua kali dalam sehari. Kanon saat itü Raden Paku awalnya resmi bertunangan dengan putri Sunan Ampel bernama Dewi Murtasiah. Bahkan sebagaimana dikisahkan pada buku Sunan Giri tulisan Umar Hasyim hari perkawinan atau hari ijab qabul pun telah ditentukan.

 

Namun sebelum pernikahan Sunan Giri dengan Dewi Murtasiah ada kejadian tak terduga. Saat itu seorang bangsawan dari Majapahit, bernama Ki Ageng Bungkul, yang bertempat tinggal di Surabaya mempunyai nazar, atau katakanlah sebagai pengumuman sayembara.

 

Di mana pada sayembara itu dikatakan siapa yang mengambil buah delima yang bergantung di atas pohon, maka dialah yang akan menjadi menantunya, atau akan dijodohkan dengan anak perempuannya yang sangat cantik bernama Dewi Wardah. Mengenai alasan buah delima dijadikan sayembara pernikahan disebut karena di dalam pekarangan rumah Ki Ageng Bungkul telah banyak memakan korban. Pohon delima itu konon sering kali membuat orang jatuh dan celaka saat mengambil buah delima itu.

 

Bahkan tak sedikit para orang yang mengambil buah itu jatuh hingga akhirnya meninggal dunia. Namun tidak diketahui pohon delima apakah itu dan mengapa sampai segawat itu sehingga memakan korban. Saat itu ia Raden Paku sengaja lewat di bawah pohon delima yang gawat itu. Tapi tiba-tiba kepala Raden Paku kejatuhan buah delima yang masak dari pohon yang terkenal keangkerannya.

 

Peristiwa itu kemudian dia ceritakan kepada gurunya Sunan Ampel, sambil memperlihatkan buah delima yang menjatuhi kepalanya tadi. Sunan Ampel yang mendengar sayembara tadi lantas berkala beberapa patah kata kepada sanlrınya yang juga bakal jadi calon menantunya. Sunan Ampel menyebut sudah menjadi takdir deri Allah bahwa Sunan Giri atau Raden Paku akan diambil menantu oleh Ki Ageng Bungkul dan dijodohkan dengan anak perempuannya, Dewi Wardah. Tetapi Sunan Giri muda masih tak percaya, şebab dia akan menikah dengen Dewi Murtasiah putri dari Sunan Ampel. Meşki demikian, Sunan Ampel kembali meyakinkan santrinya agar menerima takdir dari Allah tersebut.

 

"Tidak mengapa Raden, nanti setelah engkau saya ijabkan dengen Dewi Murtasıah, hari itü pula juga engkau diijabkan lagi dengan Dewi Murtasiah,• kata Sunan Ampel kepada Sunan Giri untuk meyakinkan kembali. Cerita lain berkembang di mana saat itü Ki Ageng Bungkul melemparkan buah delima yang telah masak itü ke tengah Sungai Kali Mas. Kebetulan sungai itü mengalir membelah Kota Surabaya dan setiap harinya menjadi salah satu sumber air santri di pondok pesantren Sunan Ampel mengambil air wudhu dan mandi.

 

Suatu ketika Raden Paku konon tengah mandi dan mengambil air wudhu di Kali Mas. Baru saja Sunan Giri muda berendam menceburkan diri ke sungai, tersentuhlah buah delima itu ke badannya. Kemudian buah delima itu diambilnya dan diserahkan ke gurunya Sunan Ampel. Ki Ageng Bungkul kemudian menuruti aliran sungai dan mencari siapa orang yang menemukan buah delimanya itu. Dia telah berjanji barang siapa yang menemukan buah delimanya itu akan dijodohkan dengan putrinya Dewi Wardah. Ternyata saat ditelusuri yang beruntung menemukan buah delima itu adalah Raden Paku.

 

Pada akhirnya Raden Paku akhirnya menikah dua kali, artinya sehari Sunan Ciri muda mendapat istri dua sekaligus dalam waktu tak berselang lama. Sunan Giri atau Raden Paku kemudian dinikahkan dengan Dewi Wardah setelah pada hari itu Pula dengan putri Sunan Ampel bernama Dewi Murtasiah_ Menyaksikan peristiwa itu, Nyai Gede Pinatih ibu angkat Raden Paku sangat gembira.

 

Tags