Kisah Wali Songo Sunan Kudus

Sunan Kudus menjadi salah satu anggota Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, tepatnya di daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Beliau lahir di Kudus pada tahun 1400 Masehi. Sunan Kudus hidup di era kerajaan Hindu-Jawa sedang runtuh dan agama Islam baru mulai menyebar di daerah Jawa.

Sunan Kudus adalah anak dari Habib Utsman Haji atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ngudung. Ayahnya ini merupakan seorang menantu dari Sunan Ampel. Sedangkan ibunya bernama Syarifah Ruhul atau Dewi Ruhil, yang merupakan adik dari Sunan Bonang.

Menurut silsilah dari keluarga Sunan Kudus, beliau merupakan keturunan ke-10 lewat jalur Husein, yaitu putra dari pernikahan putri Nabi Muhammad, yakni Siti Fatimah, dengan Sayyidina Ali Ra. Sunan Kudus memiliki nama asli Ja ifar Shadiq. Beliau mendapatkan gelar raden, karena ayahnya merupakan senopati atau panglima pada masa pemerintahan Kesultanan Demak. Beliau juga mendapat julukan sebagai Raden Amir Haji. Hal ini dikarenakan sewaktu naik haji, Sunan Kudus selalu mendapat peran sebagai pemimpin rombongan atau amir. Perjalanan naik hajinya ini cukup sering, sehingga nama Raden Amir Haji sangat dikenal oleh masyarakat.

Sebutan nama Sunan Kudus disematkan karena beliau memilih daerah Kudus sebagai tempat berdakwahnya. Sunan Kudus menetap dan berdakwah di daerah ini selama bertahun-tahun lamanya, sehingga masyarakat setempat kemudian memanggilnya dengan sebutan Sunan Kudus. 

Diketahui kalau Sunan Kudus memiliki toleransi beragama yang sangat tinggi. Beliau sangat menghargai agama lain yang ada di Pulau Jawa, seperti Buddha dan Hindu. Pernah diceritakan kalau di masa awal berdakwah Sunan Kudus, ada sebuah kejadian yang hingga saat ini masih sangat diingat oleh masyarakat kota Kudus.

Jadi, suatu hari beliau membeli sapi yang disebut dengan kebo gumarang.
Sapi ini ukurannya sangat beşar dan didatangkan langsung dari India menggunakan kapal. Sapi yang ukurannya beşar ini tentü saja menarik perhatian masyarakat, karena kandangnya tepat berada di pekarangan rumah yang bisa terlihat dari jalanan.

Di masa itu, masyarakat kota Kudus mayoritas beragama Hindu, karena ajaran Islam baru mulai maşuk pada saat Sunan Kudus datang ke sana. Masyarakat yang melihat Sunan Kudus memelihara sapi berukuran beşar itü pun penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh sang pemilik. Dalam ajaran Hindu, sapi adalah hewan suci karena dianggap sebagai kendaraan yang digunakan oleh para dewa.

Oleh karena itu, rasa penasaran mereka sangat tinggi dan membuat banyak orang berkerumun di depan pekarangan rumah Sunan Kudus setiap harinya. Sunan Kudus yang melihat hal tersebut akhirnya keluar dari rumah dan mengatakan kalau sapi yang ada di pekarangannya ini adalah peliharaannya.
Tidak ada yang boleh menyakiti peliharaannya tersebut, apalagi membunuhnya.

Beliau pun menceritakan kalau di masa kecil dirinya pernah ditolong oleh seekor sapi saat sedang dalam keadaan bahaya. Oleh karena itu, sebagai ucapan rasa terima kasihnya, Sunan Kudus melarang pengikutnya untuk menyakiti dan membunuh sapi.

Beliau juga mengatakan kalau di AI-Quran terdapat salah satu surat yang bernama Surat AI-Baqarah. Surat ini memiliki arti sapi dalam bahasa Arab. Mendengar hal tersebut, tentü saja masyarakat pemeluk agama Hindu menjadi terkagum-kagum dengan sosok Sunan Kudus.

Mereka pun mulai bersedia untuk mendengarkan ceramah serta dakwah dari Sunan Kudus. Sebagian dari masyarakat tersebut bahkan mempercayai kalau Sunan Kudus adalah titisan Dewa Wisnu. Berangkat dari hal itu, larangan untuk membunuh sapi masih diterapkan oleh masyarakat Kudus. Karenanya, setiap hari raya Idul adha, mereka lebih memilih untuk berkurban kerbau. Pendekatan dakwah Sunan Kudus juga mengambil jalur arsitektur.

Saat beliau akan membangun sarana dan prasarana untuk digunakan oleh masyarakat setempat, Sunan Kudus menggabungkan corak dari agama ISlam dan Hindu. Salah satu bangunan yang memiliki unsur arsitektur ISlam dan Hindu adalah menara Kudus. MeÅŸki Sunan Kudus berdakwah ajaran Islam tapi beliau masih menghormati orang-orang yang memiliki kepercayaan lain dan tidak mau memaksa mereka untuk maÅŸuk Ä°slam.

Sikapnya inilah yang membuat orang-orang setempat merasa segan dan sangat menghormati Sunan Kudus, sehingga lambat laun mereka akhirnya bisa menerima ajaran beliau, yakni ajaran Ä°slam. MeÅŸki membutuhkan waktu yang cukup lama dalam membantun kepercayaan masyarakat setempat, Sunan Kudus tetap berusaha dan tidak menyerah untuk menyebarkan ajaran Islam di Kudus.

Selain menggabungkan unsur Hindu ke dalam arsitektur bangunan, Sunan Kudus juga menyempurnakan alat-alat pertukangan yang berhubungan dengan teknik pandai besi, kerajinan emas, dan keris pusaka dengan unsur Islami.
Jadi, di dalam kerajinan-kerajinan tersebut akan diselipkan ukiran berupa ayat-ayat AI-Quran.

Selain berdakwah dengan cara toleransi beragama, Sunan Kudus juga berdakwah melalui jalur politik. Setelah ayahnya wafat, beliau kemudian menggantikan posisinya untuk memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Mendapat posisi sebagai senopati membuat Sunan Kudus memanfaatkannya untuk menyebarkan ajaran Islam dan berdakwah di setiap kesempatan. Saat menjabat sebagai senopati, Sunan Kudus juga sempat diangkat sebagai imam beÅŸar Masjid Agung Demak, serta menjadi hakim di Kesultanan Demak. Hal ini dikarenakan Sunan Kudus dinilai sebagai orang yang adil dalam memutuskan suatu perkara dalam masyarakat dan tidak memihak suatu golongan tertentu.

Inilah kisah dari Sunan Kudus yang mengajarkan kepada kita bahwa toleransi antar umat beragama itü sangat penting untuk menjaga kedamaian suatu bangsa. 

Kisah Sunan Kudus Lenyapkan Wabah di Mekah.

Suatu hari, dikisahkan Sunan Kudus mengembara hingga ke negeri Arab, kota Mekah. Di sana kedatangan Sunan Kudus diterima dengan sinis oleh penguasa negeri.

Namun hingga akhirnya sambutan yang terkesan sinis tersebut hilang, setelah Sunan Kudus mampu mengusir wabah penyakit yang melanda negeri Arab kala itu. Dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa Raden Ja ifar Sodiq atau Sunan Kudus itü gemar dengan pengembaraan dalam hal berdakwah baik ke tanah Hindustan maupun ke tanah suci Mekah.

Sewaktu berada di Mekah, Sunan Kudus menunaikan ibadah haji dan kebetulan sekali di sana ada wabah penyakit yang sulit untuk diatasi. Penguasa negeri Arab mengadakan sayembara bagi siapa saja yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itü akan diberi hadiah harta benda yang cukup beşar jumlahnya.

Sudah banyak yang mencoba namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Hingga pada suatu hari, Sunan Kudus menghadap penguasa negeri itü namun kedatangannya disambut dengan sinis sekali oleh mereka. ”Dengan apa tuan akan melenyapkan wabah penyakit disini?" tanya sang Amir. ”Dengan doa," jawab Sunan Kudus.

”KaIau hanya dengan doa, kami sudah puluhan kali melakukannya. Di tanah Arab ini banyak sekali para ulama dan Syekh ternama, tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah ini," ucap sang Amir.

”Saya mengerti, memang tanah Arab ini gudangnya para ulama. Tapi jangan lupa, ada saja kekurangannya sehingga doa mereka tidak terkabulkan," kata Sunan Kudus.

Sungguh berani tuan berkata demikian," kata sang Amir.
Dengan nada berang sang Amir berkata Apa kekurangan Mereka?
'Anda sendiri yang menyebabkannya," kata Sunan Kudus dengan tenangnya.
'Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka, sehingga doa mereka tidak ikhlas lantaran mereka berdoa hanya karena mengharap hadiah," jelas Sunan Kudus. Sang Amir pun terbungkam seribu bahasa dengan jawaban yang diberikan oleh Sunan Kudus.

Akhirnya Sunan Kudus dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itü tidak disia-siakan oleh Sunan Kudus. Kemudian, secara khusus Sunan Kudus berdoa dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat, wabah penyakit yang menyerang negeri Arab telah menyingkir, bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras secara mendadak langsung sembuh.

Berkat doa Sunan Kudus tersebut, sang Amir merasa senang bukan main. Sang Amir mulai kagum dengan Sunan Kudus. Hadiah yang dijanjikannya bermaksud diberikan kepada Sunan Kudus, namun Sunan Kudus menolaknya dengan halus sekali. Sunan Kudus hanya meminta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis. Sang Amir pun menjanjikan apa yang diinginkan oleh Sunan Kudus. Singkat cerita, batu itü pun dibawa ke tanah Jawa dan dipasang di pengimaman Masjid Kudus yang didirikannya sekembali dari tanah suci.

 

Tags