Kisah Wali Songo Sunan Bonang

Sunan Bonang adalah salah satu Waliko Songo yang populer dengan cara berdakwahnya. Sunan Bonang lahir pada Lahun 1465 dan wafat di usianya 60 tahun atau tepatnya pada tahun 1525. Ayahnya juga merupakan salah ÅŸalu Wali Songo yakni Sunan Ampel. Sedangkan ibunya adalah puteri dari Arya Teja, Bupati Tuban yakni Nyai Ageng Manila. Sejak kecil, beliau sudah mendapatkan pendidikan nilai-nilai Ä°slam. Kecerdasan dan keuletannya dalam menuntut ilmu menjadikannya orang yang menguasai banyak hal. Mulai dari ilmu fiqih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, hingga bela diri seperti pencak silat.

Sunan Bonang sebenarnya bukan merupakan nama asli. Nama asli beliau adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim. Penamaan Sunan Bonang ternyata ada asal usulnya. Raden Maulana Makdum Ibrahim yang suka berdakwah dengan menyisipkan unsur seni di dalamnya ini ternyata menciptakan sebuah alat musik tradisional yang berbentuk mirip dengan gong, hanya saja ukurannya kecil karena hanya seukuran piring saja. Alat musik tersebut kemudian dinamakan dengan nama alat musik bonang. Sekarang masyarakat lebih suka menyebutnya dengan nama gamelan Jawa. Awalnya, alat ini memiliki enam buah gong kccil yang diletakkan di atas bingkai kayu, tapi sekarang jumlahnya bisa lebih dari  enam karena ada yang mencapai belasan.

Dari sinilah beliau mendapatkan nama julukan sebagai Sunan Bonang. Sunan Bonang berdakwah dengan menggunakan musik yang dialunkan lewat gamelan buatannya. Hal ini bukan tanpa alasan. Beliau memilih untuk berdakwah dengan musik supaya mudah diterima oleh masyarakat Jawa pada masa itu tanpa adanya paksaan.

Perjalanan berdakwah beliau dimulai dari kota Kediri, Jawa Timur. Saat itu beliau mendirikan sebuah langgar atau muÅŸala yang berlokasi di pinggir Sungai Brantas, tepatnya di DeÅŸa Singkal.

Selelah berdakwah di sana, Sunan Bonang lalu melanjutkan dakwahnya ke Demak, Jawa Tengah. Saat di Demak, beliau tinggal di DeÅŸa Bonang. Konon, beliau juga mendapat julukan sebagaÄ° Sunan Bonang karena lama bermukim di deÅŸa ini.

Unluk berdakwah di Pulau Jawa tentunya tidaklah mudah karena pada masa Ä°tu masyarakal Jawa punya adat istiadat yang sangat kental dan kebanyakan masih memegang teguh unsur kejawen.

Tapi Sunan Bonang tidak mudah menyerah. Beliau melihat kalau masyarakat Jawa sangat tertarik dengan dunia seni sehingga dari sinilah muncul ide untuk membuat sebuah alat musik yang kemudian dinamakan sebagai alat musik bonang.

Saat akan memulai dakwahnya, Sunan Bonang akan memainkan gamelan bonang terscbut sehingga keluar suara merdu dan bisa menarik perhatian banyak orang. Sambil memainkan alat musik, beliau akan menyanyikan tembang atau lagu yang di dalamnya berisi ajaran-ajaran Islam. Dari sinilah masyarakat setempat Iambat laun mulai tertarik untuk mempelajari Islam.

Selain dengan menggunakan gamelan tersebut, Sunan Bonang juga sering berdakwah dengan menggunakan wayang. Tentu saja di pertunjukan wayangnya tersebut akan disisipkan cerita dan ajaran Islami di dalamnya.

Tahukah teman-teman kalau ternyata Sunan Bonang ini diduga masih satu kerabat atau memiliki satu garis kelurunan yang sama dengan Nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa kita ketahui dari silsilah yang menghubungkan garis keturunan Sunan Bonang dengan Nabi Muhammad SAW.

Jadi Sunan Ampel yang merupakan ayah dari Sunan Bonang adalah anak dari Ibrahim As Samarqandy. Jika ditarik garis keturunannya, maka kita akan menjumpai Hussain bin Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib sendiri merupakan khalifah keempat sekaligus sepupu Nabi Muhammad SAW dan suami dari salah satu puteri bungsu Nabi Muhammad SAW yakni Fatimah Az-Zahra.

Saat mendengar lagu berjudul Tombo Ati, pasti yang terbayang oleh kita adalah lagu yang dinyanyikan oleh Opick. Meski dinyanyikan oleh Opick tapi sebenarnya lagu Tombo Ati diciptakan oleh Sunan Bonang.

Tombo Ati iku limo

Kaping pisan moco Quran Ian maknane

Kaping pindo sholat wengi lakonono

Kaping telu wong kang soleh kumpulono

Kaping papat wetengiro ingkang

Kaping limo zikir wengi ingkang suwe

Salah sawijine sopo iso ngelakoni

Mugi-mugi Gusti Allah nyembadani


Selain gamelan bonang dan lagu Tombo ali, Sunan Bonang ternyata juga memiliki sebuah karya sastra yang berjudul Suluk Wujil. Karya sastra ini diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar yang ada di Indonesia.


Hal ini dikarenakan dalam karya sastra ini terdapat banyak pesan tentang kehidupan antar manusia, kehidupan budaya yang ada di Jawa serta Indonesia, dan pastinya kehidupan beragama.


Suluk Wujil ini dibuat antara abad ke-15 hingga 16. Uniknya, karya sastra ini berupa tembang atau lirik lagu. Awalnya Suluk Wujil ini disimpan di Universitas Leiden, Belanda. Tapi setelah Indonesia merdeka, naskahnya dipindahkan ke Museum Nasional yang kini Bernama Perpustakaan Nasional Jakarta.


ltulah sejarah singkat mengenai Sunan Bonang yang berdakwah dengan gamelan. Semoga informasi di atas bisa menambah pengetahuan teman-teman tentang Wali Songo.


Kisah Sunan Bonang Membelah Diri, Perampok Sadis Takjub hingga Sujud Memeluk Islam Dikisahkan dalam buku berjudul ' Sunan Bonang Wali Keramat: Karomah, Kesaktian dan Ajaran-Ajaran Hidup Sang Waliullah" karya Asti Musman, Sunan Bonang yang memiliki nama asli Raden Makhdum Ibrahim suatu saat berhadapan dengan perampok yang terkenal sadis bernama Berandalan Lokajaya.


Lokajaya yang beraksi di hutan-hutan belantara selalu merampok dan membunuh orang yang melintas di hadapannya. Kebetulan saat itu yang melintas di hadapan Lokajaya adalah Sunan Bonang. Lokajaya yang tengah berada di hutan terkejut ada seseorang yang melintas dengan pakaian sangat gemerlap. Lokajaya mendekati orang tersebut yang ternyata adalah Sunan Bonang, ia merampok sang Waliullah ini. Sunan Bonang tentu sudah bisa membaca niat dari Lokajaya.


Dikisahkan kemudian Sunan Bonang mengeluarkan kesaktiannya. Dia menjelma menjadi empat bahkan lima orang dengan sosok yang sama. Sosok itu kemudian mengepung Lokajaya yang hendak berniat jahat. Mendapati lawannya membelah diri menjadi banyak sontak saja Lokajaya berlari. Lokajaya berlari begitu cepat untuk meloloskan diri. Tapi scjauh ia berlari, sosok Sunan Bonang ini justru mengepungnya. Lokajaya terus berlari dan berlari Iagi. Namun, Iagi-lagi ada sosok Sunan Bonang hingga empat sampai lima orang dengan rupa yang sama.


Usaha Lokajaya ini akhirnya pupus. Dia kelelahan dan mengalah ke Sunan Bonang. Bahkan Lokajaya terduduk lemas tak berdaya akibat terus dikejar Sunan Bonang. Sunan Bonang pun mendekati Lokajaya yang kelakulan dan lelah dibuat pasrah. Lokajaya kemudian meminta  ampun dan bertekad bertobat Hamba berserah diri pada Paduka," demikian ucap Lokajaya.


"Kamu belul-beLul bertobat padaku?” tanya Sunan Bonang.

"Ya Tuan, hamba memÄ°nta hidup, terserah Tuan hamba menurut,” kata Lokajaya.


Percakapan kedua orang ini akhirnya berujung pada permintaan Sunan Bonang untuk menunggu tongkat yang dibawanya. Lokajaya pun menyanggupinya, sedangkan Sunan Bonang pergi meninggalkan Lokajaya. Konon hingga setahun lamanya Sunan Bonang meninggalkan lokajaya yang masih terdiam menjaga tongkat Sunan Bonang.


Suatu ketika Sunan Bonang teringat bahwa tongkatnya tertinggal di hutan dan beliau datang untuk mengambilnya. Tapi beliau dibuat terkejut lantaran semuanya telah berubah. Pohon beringin telah tumbuh rindang dan banyak semak belukar. Akarnya bahkan melilit di tubuh Lokajaya yang tak beranjak menjaga tongkat Sunan Bonang. Sunan Bonang tak ingat tempat ia meninggalkan tongkatnya dan Lokajaya.


Selanjutnya Sunan Bonang pun menyalakan api dan hutan segera terbakar. Seluruh hulan terbakar, lapi Lokajaya lak juga bergerak hingga seluruh tubuhnya ikut terbakar. Lokajaya yang telah tidak makan dan tidur, coba didekati oleh Sunan Bonang.


Namun Lokajaya tidak mengetahui kedatangan Sunan Bonang, hingga akhirnya Sunan Bonang membuat nasi hangat, kemudian diberikan kepada Lokajaya. Sesaat setelah memakan nasi dari Sunan Bonang inilah Lokajaya akhirnya tersadarkan diri. Tetapi ia belum bisa berbuat apa-apa, Lokajaya pun diminta makan. Kesadaran Lokajaya perlahan-lahan mulai pulih, segeralah dia bersujud di kaki Sunan Bonang gurunya.

 


Tags