Penyebaran agama Islam di pulau Jawa melalui Wali Songo dimulai pada abad ke 15. Agama Islam datang untuk memperbaiki moral masyarakat di pulau Jawa, dimana saat itu masyarakat banyak melakukan kegiatan yang dapat merugikan diri sendir maupun orang lain seperti berjudi, sabung ayam, minum-minuman keras, maling dan lainnya.
Sebelum Wali Songo yang lain di angkat, Sunan Ampel merupakan ulama awal pada masa awal penyebaran Islam. Ayah Sunan Ampel bernama Maulana Malik Ibrahim atau Ibrahim Asmarakandi ( nantinya menjadi Sunan Gresik) yang berasal dari Samarakand. Beliau diberi amanat oleh kerajaan Turki untuk mengembangkan ajaran Islam ke Asia. Beliau inilah yang menjadi tokoh sentral penyebaran agama Islam di Asia.
Dalam perjalanannya, Ibrahim Asmarakandi tiba di Asia tepatnya Kerajaan Champa yang berada diantara wilayah Vietnam Selatan dan Kamboja, namun kini tinggal kenangan sejarah setelah adanya perang Kerajaan Vietnam. Beliau Ibrahim Asmarakandi menjalankan tugasnya untuk menyebarkan ajaran agama Islam disana dan berlangsung dengan lancar. Bahkan sosok Raja Champa, Prabu Singhawarman pun dapat beliau Islamkan. Setelah itu Raja Champa menjodohkan Ibrahim Asmarakandi dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Raden Santri Ali dan Raden Rahmat (Sunan Ampel). Raden Rahmat memiliki nama lain Sayyid Muhammad Ali Rahmatullah, lahir pada tahun 1401 di Kerajaan Champa. Lahir dari pasangan Ibrahim Asmarakandi dan Dewi Candrawulan.
Pada tahun 1440, Raden Rahmat ikut serta dalam perjalanan sang ayah menuju Kerajaan Majapahit di tanah Jawa untuk mengunjunginya bibinya Dewi Darawati yang dinikahi oleh Raja Majapahit. Ibrahim Asmarakandi dan rombongan pun disambut baik oleh Prabu Brawijaya, Raja Majapahit setelah Tiba di tanah Jawa. Bahkan Raden Rahmat pun kelak diberikan sebidang tanah di pulau Jawa.
Prabu Brawijaya, Raja Majapahit melarang Raden Rahmat untuk kembali dan memberikan sebidang tanah di kawasan Ampeldenta. Konon dari sinilah julukan nama Sunan Ampel dibuat, karena beliau banyak menghabiskan waktu di wilayah Ampel.
Adanya ajaran yang dilakukan oleh Raden Rahmat, disambut baik oleh Prabu Brawijaya. Bahkan dia menganggap ajaran Agama Islam sangat mulia. Akan tetapi Prabu Brawijaya tidak mau memeluk Agama Islam karena ingin menjadi Raja Majapahit terakhir yang memeluk Agama Budha.
Pada saat itu juga raja memberikan izin untuk menyebarkan Agama Islam di sekitar Kerajaan Majapahit dan juga di Surabaya, namun dengan catatan tidak boleh di paksa. Pada masa itu, mayoritas keyakinan yang dianut masyarakat adalah Hindu dan Budha.
Metode dakwah Sunan Ampel cenderung berbeda dengan metode Sunan Lainnya. Beliau tidak hanya mendakwah kepada kalangan menengah kebawah, tetapi juga pada masyarakat cendikia yang memiliki pemikiran luas.
Metode pertama adalah bersosialisasi dengan masyarakat menengah ke bawah. Dalam tahap sosialisasi ini Sunan Ampel kerap menyisipkan ajaran Islam sedikit demi sedikit pada topik obrolannya.
Metode kedua yang dilakukan melalui pendekatan intelektual dengan diskusi kritis dan cerdas yang dapat diterima oleh akal manusia. Cara ini dilakukan kepada kalangan cendikia yang dikenal cerdas.
Karena menyebarkan agama Islam tidak dilarang oleh kerajaan Majapahit selama tidak dipaksakan. Mereka sangat menghargai apa yang dilah diajarkan oleh Sunan Ampel. Bahkan tidak sedikit anggota kerajaan yang memilih untuk bergabung dalam keyakinan Islam.
Tujuan dakwah utama Sunan Ampel adalah untuk memperbaiki moral dan akhlak yang buruk pada masyarakat. Falsafah dakwah yang diajarkan kepada masyarakat sekitar bernama “Moh Limo" Kata "Moh" berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak, dan "Limo" artinya Lima. Jadi Moh Limo adalah "Tidak melakukan lima hal atau perbuatan yang dilarang oleh Allah".
Isi dari ajaran Moh Limo adalah:
- Moh Mabuk (Tidak mabuk atau minum-minuman)
- Moh Main (Tidak main atau tidak berjudi)
- Moh Madon (Tidak main perempuan)
- Moh Madat (Tidak memakai obat-obatan)
- Moh Maling (Tidak Mencuri)
Sebidang tanah yang diberikan oleh Prabu Brawijaya kepada Sunan Ampel, didirikan Pesantren Ampeldenta. Beliau mengislamkan warga sekitar, dan mendidik banyak pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam. Pendakwah-pendakwah ini akan disebarkan dan membuat jaringan kekerabatan melalui pernikahan dengan putra-putri penguasa kerajaan Majapahit.
Selain itu, Sunan Ampel juga mendekatkan istilah Islam dengan bahasa masyarakat setempat. Kata "salat" diganti dengan " sembahyang" (asalnya: sembah dan nyang). Tempat ibadah juga tidak dinamai mushola melainkan "langgar", mirip dengan kata "sanggar”.
Berdirinya kesultanan Demak juga terdapat banyak keterlibatan Sunan Ampel. Ia berperan sebagai pencetus kerajaan tersebut dan menunjuk muridnya, putra Raja Majapahit Brawijaya V, Raden Patah menjadi raja pertama Kesultanan Demak pada tahun 1475.
Pada masa itu, Kerajaan Majapahit berada di ambang kehancuran sehingga Kesultanan Demak dapat berdiri tanpa rintangan. Nama Patah sendiri berasal dari kata Al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa dibawah Pimpinan Raden Patah dengan panduan Sunan Ampel beserta Wali Songo sebagai penasehatnya.
Sunan Ampel memiliki dua orang istri dan 11 orang anak. Istri pertama beliau bernama Dewi Condrowati atau biasa dikenal dengan Nyai Ageng Manila.
Dari istri pertama ini, beliau memiliki 5 orang anak yang bernama:
- Maulana Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang)
- Syarifuddin (Sunan Drajat)
- Siti Syarifah (Istri Sunan Kudus)
- Siti Muthmainnah
- Siti Hafsah
Dengan istri keduanya ini beliau memiliki 6 orang anak yang bernama:
- Dewi Murtasiyah
- Dewi Murtasimah
- Raden Husamuddin
- Raden Zainal Abidin
- Pangeran Tumapel
- Raden Faqih
Sunan Ampel juga mendirikan Masjid pada tahun 1421 di Surabaya. Masjid tersebut dinamakan Masjid Agung Sunan Ampel dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Oleh Pemerintah Kota Surabaya, masjid ini ditetapkan menjadi objek wisata religi sejak 1972.
Itulah kisah dan riwayat dari Sunan Ampel, penyebar Islam di Pulau Jawa dari Kerajaan Champa. Nilai-nilai luhur dari ajaran dakwah beliau dapat kita gunakan hingga akhir hayat dan bisa dijadikan pedoman keimanan.